Wednesday, November 5, 2008

Identitas budaya di tengah UU Pornografi

Dalam sebuah berita di sebuah stasiun Televisi Indonesia disebutkan bahwa UU Pornografi telah diputuskan dan akan segera diaplikasikan di berbagai daerah. Dan yang pertama kali mendapat gilirannya adalah tentu saja kota Jakarta yang akan digunakan sebagai percontohan. Ada satu kalimat menarik dalam berita itu yang telah menggangguku. Disebutkan bahwa ada salah satu poin dalam UU Pornografi yang ditetapkan itu mengatur tentang cara berbusana dari tentu saja wanita - salah satu yang menjadi pihak yang terasa begitu dirugikan dengan adanya UU ini-, disitu dibahas bahwa nantinya UU ini juga akan mengatur tentang busana wanita yang hubungannya dengan budaya Indonesia. Kalau berdasarkan UU ini berarti busana tersebut telah melanggar dan musti dirubah.

Aku tak habis pikir, ide darimana sebenarnya UU ini. Apakah tak ada ide jenius lain yang lebih berguna demi kemajuan negara ini. Marilah kita berpikir secara rasional, jika UU ini segera diberlakukan maka akan begitu banyak identitas budaya yang harus berubah demi semata-mata menuruti UU ini. Sedangkan Indonesia begitu kaya akan budaya menakjubkan yang telah turun temurun diupayakan agar tak hilang. Lihatlah Tari Srimpi, sebuah kekayaan budaya Jawa yang memiliki nilai sangat berarti bagi masyarakat. Apakah hanya karena banyak penarinya yang berpakaian sebatas dada maka Tari Srimpi ini harus punah. Bayangkan jika tiba-tiba nantinya para penari ini harus diganti busananya dengan yang berlengan panjang dan bergombor, apakah tidak hancur kesenian ini. Tari ini sudah pasti akan kehilangan esensi keindahannya.
Ini baru satu contoh kebudayaan di Jawa, lihatlah Bali, Lombok, dsb- begitu banyak tarian yang menggunakan pakaian yang tak sesuai dengan UU ini. Apakah nantinya ini juga akan hilang.

Sungguh tak rela melihat negeri ini tak mau melihat kepada dirinya sendiri. Tak mau menjadikan kekayaan yang dimilikinya adalah asset yang begitu berharga. Terombang-ambing dalam ketidakyakinan dan lebih banyak melihat dari sudut pandang picik. Daripada sibuk memutuskan UU yang mempunyai potensi untuk menimbulkan tanda tanya, pertentangan, bahkan konflik yang bisa terjadi. Apakah para pengambil keputusan itu tidak berpikir pintar untuk mencoba mengembangkan sejarah dan kebudayaan yang dimiliki negeri ini, karena inilah potensi, inilah kekayaan luhur yang tidak dimiliki oleh negara lain. Menjadikan Indonesia dipandang oleh negara lain, sehingga rakyat Indonesia akan bisa berbangga terhadap dirinya sendiri, karena kebudayaan dan sejarah itu dekat sekali dengan mereka, kebudayaan dan sejarah itu milik mereka.

No comments: